Unit indie rock asal Jakarta, Sajama Cut, akhirnya merilis album teranyar mereka, GODSIGMA. Format digitalnya telah beredar sejak tanggal 16 Oktober 2020, sementara versi CD diedarkan oleh demajors mulai tanggal 12 Desember 2020.
GODSIGMA merupakan album penuh kelima mereka sepanjang karirnya selama dua dekade ini. Berbalut riff gitar yang gegap gempita, melodi yang catchy namun “digembosi” lirik sarat sarkasme serta aransemen yang lebih organik dibanding album-album sebelumnya, GODSIGMA terdengar seperti arah baru yang manis untuk Sajama Cut.
“Kami banyak terinspirasi dari tur untuk album sebelumnya, Hobgoblin,” ucap vokalis mereka, Marcel Thee. Banyak berjumpa band indie rock di hajatan tersebut, mereka tergerak membuat album yang “stage-oriented” serta dikerjakan bareng dan punya nuansa live.
“Sebelumnya, kami band yang berorientasi ke studio,” ucap Marcel. “Untuk pertama kalinya, kami bikin album yang menurut kami tepat energinya untuk panggung. Kami bertemu langsung sebagai band dan mengkomposisi album ini bersama-sama. Ini album yang kolaboratif.”
Hasilnya adalah album Sajama Cut yang paling kohesif, cepat dicerna, dan menonjok di awal sejak The Osaka Journals (2005). Detil-detil kecil seperti vokal latar di “Lukisan Plaza Selamanya, Leslie Cheung, Melukisku Melukisnya”, perpaduan synth dan gitar di “Kesadaran / Pemberian Dana / Gempa Bumi / Panasea”, atau lirik kurang ajar “berdisko ria / di vihara” pada “Menggenggam Dunia” menjadi momen wajib dengar di album ini.
Selain itu, untuk pertama kalinya sejak Apologia (2001), album debut mereka yang kental pengaruh industrial rock, Sajama Cut menggunakan lirik berbahasa Indonesia. “Gue ingin menggunakan lirik sebagai instrumen berbeda, dan menghindari pendekatan lirik yang umum,” ucap Marcel. “Kami mencoba seharfiah mungkin, meski tetap dengan cara kami sendiri.”
Pada “Adegan Ranjang 1981-1982”, Marcel menyanyikan lagu cinta bagi istrinya dibalut metafor tentang seks dan berkeluarga. Sementara di “Rachmaninoff dan Semangkuk Mawar Hidangan Malam”, kehidupan pemain keyboard Hans Citra Patria sebagai pekerja kantoran dirangkum dalam syair yang penuh slogan demotivasional.
Sekilas terdengar klise, tetapi kehidupan sebagai sekumpulan pria usia 30-an awal mau tidak mau mendewasakan Sajama Cut. Tema lirik mereka mencerminkan perjalanan hidup ini: keluarga, maskulinitas yang rapuh, kenangan masa muda yang berubah konyol, hingga cinta usia pertengahan yang tak kalah romantis. Terlebih lagi, setiap anggota Sajama Cut telah berkeluarga, kecuali Hans sang casanova abadi.
“Meski tidak selalu soal keluarga, lirik album ini semuanya personal dan berangkat dari kehidupan pribadi kami,” jelas Marcel. “Kami mulai merasa hidup ini bertambah menyeramkan, karena kami mulai melihat dunia dari kacamata orang yang diharuskan berperan sebagai kepala keluarga dan sosok pelindung.”
Tema utama ini juga tercerminkan dalam konsep sampul album ini, yang menampilkan tangan Anio Thee dan Yves Devo Thee, keduanya adalah anak Marcel Thee.
“Sajama Cut memilih jalannya sendiri untuk tetap relevan dan untuk sebuah band yang sudah hampir berusia dua dekade, tetap mampu memberikan kejutan, dengan cara yang sangat konvensional jika bukan malah old school. Mereka tetap hanya butuh gitar, drum, bass, keyboard dan vokal untuk tetap menciptakan musik-musik yang begitu luar biasa,” menurut Taufiq Rahman (Elevation Records).
“Jika dalam bahasa Inggris, Sajama Cut bisa dengan sangat jenial menulis lirik dengan beragam interpretasi, termasuk menyusupkan tema-tema politik yang sangat kontroversial, dan bisa dengan mudah lolos, maka dengan lirik berbahasa Indonesia kritik sosial itu menjadi lebih menusuk tajam,” tambahnya. “Bahkan hanya dari judul ‘Kesadaran/ Pemberian Dana/ Gempa Bumi/ Panasea’ kita bisa rasakan betapa besar kemarahan dan muatan kritik sosial yang terpendam lama, yang mungkin tidak pernah tersampaikan jika Marcel menulis liriknya dalam bahasa asing.”
“An honor to release and listen to,” respon Gabe Gabe Tapes soal GODSIGMA. Sedangkan Anindito A.R dari Orange Cliff Records menyatakan kalau rilisan ini “…their most thematic and coherent album. A display of maturity in both songwriting and production.”
“Tidak perlu waktu lama dan pendalaman yang tajam untuk menyukai dan menjadikan mereka panutan musik,” menurut Guerrilla Records. Rendi dari Lamunai Records bahkan menyimpulkan kalau GODSIGMA itu “Singkat, padat, penuh memori.”
“GODSIGMA adalah sebuah sajian indie rock bertenaga dan menyenangkan di antara tahun yang lesu dan suram ini. Tidak ada cela. GODSIGMA tentu saja masuk dalam daftar 10 besar album lokal terbaik tahun 2020 versi saya,” tulis Anto Arief di situs Pop Hari Ini.
Perilisan album penuh GODSIGMA didahului oleh empat single dengan format kaset yang masing-masing dirilis oleh Gabe Gabe Tapes, Lamunai, Orange Cliff, dan Guerrilla Records, serta piringan hitam “Rachmaninoff dan Semangkuk Mawar Hidangan Malam” dalam format 7 inch oleh Vanilla Thunder Records.
GODSIGMA dirilis dalam semua kanal digital pada 16 Oktober 2020, dan telah diperdengarkan secara resmi untuk pertama kalinya melalui akun OnlyFans resmi Sajama Cut (onlyfans.com/sajamacut). Versi fisik GODSIGMA diedarkan dalam format CD oleh jaringan distribusi demajors sejak tanggal 12 Desember 2020.
Album ini bisa didapatkan melalui situs demajors.com, demajors App, maupun di seluruh jaringan (at)demajors.
One Comment on “Percik Pesona Album Kelima Sajama Cut”