Punggawa [at]demajors Jogja, Triaman a.k.a Sambrenk, bercerita banyak soal bagaimana awal mulanya dia bertemu demajors, buka toko rekaman di tengah kampung, kiat jitu memasarkan rilisan fisik, jurus silat empat penjuru mata angin, serta ikatan yang kuat pada keluarga besar demajors.
Boleh ceritakan bagaimana ceritanya anda bisa bergabung dengan [at]demajors?
Saya bergabung dengan demajors sejak 1 Agustus 2012. Jadi sudah jalan delapan tahun sekarang ini. Awalnya itu dulu belum ada [at]demajors, cuma demajors saja. Berhubung saya berada di Jogja maka disebut demajors Jogja untuk membedakan yang di Jakarta. Jogja sebagai cabang pertama itu berlokasi di JNM [Jogja National Museum] yang dikelola sama teman saya Mas Ipras sekitar tahun 2009 atau 2010 gitu, saya lupa pastinya. Besok saya tanyain ke dia, hehehe. Lalu demajors Jogja sempat vakum atau tutup sekitar tiga bulan karena Mas Ipras sibuk dengan pekerjaan sebagai musisi (DJ) dan perfilman. Nah dari situ pas ketemu dia menawari saya untuk mengantikan posisinya. Saya ditawarin untuk jaga outlet demajors yang ada di JNM itu. Saya iya-kan lalu disuruh kirim profil lamaran kerja ke JNM dan demajors. Setelah semua di-acc akhirnya mulai 1 Agustus 2012 saya gabung dengan demajors sampai sekarang.
Ceritakan dong tentang toko atau store anda di sana…
Toko yang mana nih, Luwes atau demajors Jogja? Kalau demajors Jogja ya seperti toko teman-teman [at]demajors dengan penjualan offline dan online. Kalau Toko Musik Luwes itu awalnya cuma iseng saja. Setahun setelah mengelola demajors yang di JNM itu saya berangan-angan punya toko sendiri. Kok asyik sepertinya ya. Pas berkunjung ke Jakarta di kantor demajors pusat saya ngobrol sama Pak David Karto kalau pengen punya toko sendiri. Pagi kerja di JNM, malamnya bisa kerja di rumah gitu. Tapi itu belum terlaksana, baru lima tahun kemudian bisa terwujud. Tepatnya pada bulan Oktober 2017, stok katalog demajors saya boyong semua ke rumah buat Toko Musik Luwes karena kontrak di JNM sudah habis dan tidak diperpanjang lagi. Demajors Jogja dan Toko Musik Luwes sendiri berada di tengah kampung, tepatnya di Krapyak Wetan RT 11 no. 385 Panggungharjo Sewon Bantul Jogja.
Ada stok rilisan apa saja di sana?
Alhamdulillah, katalog rilisan lumayan komplit. Rilisan dari demajors sendiri sekitar 600-an judul, ditambah katalog dari label rekaman lain, dan yang second-second baik vinyl, kaset ataupun cd, walkman, pemutar vinyl serta aksesoris pelengkap. Bisa dibilang ini toko paling komplit di Jogja, karena semua genre ada mulai dari wayang atau gamelan yang tradisional, sampai musik pop, rock, metal, jazz, rap, eksperimental atau musik noise juga ada.
Bagaimana biasanya metode anda memasarkan katalog demajors di sana?
Sekarang kita upload lewat instagram @demajors_jogja atau @toko_musik_luwes untuk mengecek katalog yang tersedia. Juga suka ikut lapakan di acara RSD atau CSD, serta event-event festival yang ada di Jogja seperti di FKY, Pasar Kangen, Ngayogjazz, Toko Musik PODOMORO atau event lain kalau diundang. Oh iya, awalnya dulu memasarkan katalog lewat twitter @demajors_diy dan bikin flyers untuk disebar pas ikut festival. Hasilnya lumayan juga banyak yang penasaran dan akhirnya pada datang ke toko.
Selain direct selling atau offline, anda berjualan online di media apa saja?
Lewat instagram @demajors_jogja @toko_musik_luwes. Juga ada di Tokopedia, Toko Musik Luwes. Di Shopee dan Bukalapak jarang update sih, sementara by request saja. Kalau di Facebook biasanya suka update stok di group jual-beli rilisan saja.
Apa anda memasarkan katalog demajors di tempat lain juga dan menjadi warehouse?
Iya, untuk area Jogja saya bagi jadi empat wilayah penjuru mata angin, biar seperti jurus silat. Wilayah timur ada @alterrecordsstore (Mas Udin), wilayah utara @pencarimatahari.store (Iwan Blek), wilayah barat @limunlownoise (Mas Ardi), dan selatan dipusatkan di Toko Musik Luwes. Kalau di luar Jogja ada @lkljjn dan Bonanza yang berada di Klaten, di Kulon Progo juga ada titenmusic.
Sejauh ini bagaimana respon komunitas di daerah anda soal katalog rilisan demajors?
Responnya sangat bagus, apalagi kalau ada rilisan yang oke sama ada rilisan yang rare yang harganya di pasaran sudah tinggi tapi kita punya stok banyak dengan harga normal. Pembeli pasti pada rebutan, hahaha.
Genre musik apa yang paling menarik minat di daerah anda?
Pop, metal, rap, jazz, alternative. Semua diminati sih tapi mereka akan selektif dan punya prioritas mana yang mau dibeli dulu.
Lalu CD katalog demajors apa saja yang selama ini paling diburu pembeli di daerah anda?
Susah iki njawab’e. Rata-rata semua laku kok. Cuma butuh waktu yang pas ke buyer. Ini seperti jodoh, kalau rejeki nggak akan ke mana. Biasanya genre pop, rock, metal, rap, alternatif yang laris. Best seller–nya di Jogja untuk bulan Agustus 2020 itu album Menari Dengan Bayangan (Hindia), Killchestra (Burgerkill), Agterplaas (The Adams), Tyranation (Deadsquad), dan Seperti Api (Seringai).
Bagaimana pergerakan komunitas musik lokal, khususnya pedagang rilisan, di daerah anda?
Pergerakannya seperti biasa. Suka bikin event Record Store Day dan Cassette Store Day setiap tahun. Serta bikin event tribut buat toko rekaman namanya PODOMORO, setiap bulan Desember.
Apakah komunitas musik di Jogja cukup mengenal nama demajors dan katalog rilisannya?
Lumayanlah, 80% tahu kok. Ya maklum toko di tengah kampung, harus lebih giat promosi ikut lapakan ke sana ke mari. Lagian di Jogja toko rekaman yang offline sedikit, yang sekelas Kotamas atau Popeye itu sudah pada tutup.
Apa anda sering terlibat dalam komunitas musik lokal di sana?
Tentu. Biasanya dalam bentuk lapakan. Saya suka diundang untuk melapak rilisan.
Ada sesi lapakan apa saja di sana?
Seringnya di FKY, Pasar Kangen, Ngayogjazz, Toko Musik PODOMORO dan mungkin pas ada band tur di Jogja baik yang rilisannya dari demajors ataupun di luar demajors. Kami biasanya juga diundang untuk melapak bareng teman-teman JRSC (Jogja Records Store Club).
Oke, sekarang coba sebutkan 5 band/musisi lokal yang bagus dan menarik dari daerah anda?
Melancholic Bitch, Frau, Senyawa, Begundal Clan, dan Airport Radio.
Kalau 5 CD favorit anda dari katalog demajors?
Efek Rumah Kaca (Efek Rumah Kaca), Roekmana’s Repertoire (Tigapagi), The 6th Story (Simak Dialog), Djanger Bali (Tony Scott & The Indonesian All-Star), dan The Many Failings of Bugsy Moonblood (Marsh Kids).
Selama bergabung dengan [at]demajors, pengalaman menarik dan pelajaran penting apa saja yang anda dapatkan?
Kebersamaan dan kekeluargaan. Pas di jambore [at]demajors itu selalu berkesan, juga ketika Synchronize Fest. Jambore [at]demajors yang pertama itu paling berkesan banget. Bisa ketemu semua teman-teman [at]demajors untuk pertama kali. Sebelumnya cuma saling sapa di grup WA, tapi pas itu bisa tatap muka dan bersenda gurau. Diskusi serius tapi santai. Hmmm, jadi ingat sama Mas Aziz (Purwokerto), Mas Deka (Batam), almarhum Mas Arif (Kuala Lumpur), dan almarhum Pak Adhi Jimar. Ya itu tadi kebersamaan dan kekeluargaan memang yang paling utama di [at]demajors.
Apa saran dan ide anda untuk mengembangkan pergerakan [at]demajors selanjutnya?
Tetap saling support satu sama lain. Selalu mengingatkan untuk update katalog di medsos masing-masing. Tingkatkan kinerja kita untuk mengembangkan [at]demajors sebagai warehouse di masing-masing kota. Mungkin bisa mengambil contoh saya di atas, pakai jurus empat penjuru mata angin. Coba masuk ke platfrom marketplace yang tersedia di medsos untuk ajang promosi dan jual-beli.
Apa harapan anda ke depannya bagi [at]demajors dan demajors secara umum?
Harapannya untuk [at]demajors tetap kompak, solid dan menyebarkan virus #iniracunbuatkalian ke seluruh penjuru dunia. Untuk demajors sendiri harapannya tentu jaya selalu, bisa menjadi wadah bagi musisi Indonesia untuk terus berkarya.