Pengelola [at]demajors Surabaya, Niko Stanza, berbagi kisah soal pertama kali gabung dengan demajors, membangun toko Personal Horror dengan aura hitam dan gelap, merangkai jaringan yang unggul di Jawa Timur, serta kenapa dia lebih suka bertatap muka dengan konsumen sembari meracuni selera musiknya. Ya, Surabaya memang sepanas heavy metal!…
Bagaimana ceritanya anda bisa bergabung dengan [at]demajors?
Saya mulai bergabung dengan demajors tepatnya pada tahun 2013. Di bawah payung toko di Jalan Untung Suropati Surabaya yang dikenal dengan nama ORE (OtherRagEnterprise). Saya menggantikan pengurus yang lama karena meninggal dunia. Rest In Peace Reny Suryani. Setelah itu saya mulai aktif menjalankan [at]demajors Surabaya hingga tahun 2017 dan meninggalkan ORE. Lalu saya membantu usaha orang tua saya yang mempunyai club/bar bernama Nens Corner di Jalan Indragiri No.5, Surabaya.
Ceritakan juga tentang profil toko anda di sana dong?
Personal Horror adalah sebutannya, lahir pada pertengahan tahun 2019. Toko ini berada satu building dengan Nens Corner. Ini berawal dari hobi mengoleksi merchandise dan rilisan fisik band/musisi yang saya dengarkan setiap hari. Lalu terselip ide untuk menjual beberapa koleksi pribadi seperti T-shirt, vinyl, kaset, CD dan action figure. Saat itu terbersit kerinduan untuk kembali gabung bersama [at]demajors. Akhirnya saya menghubungi Pak David Karto dan Mas Ipul untuk menarik stok rilisan demajors dari ORE ke Personal Horror. Kalau bahasa Norwegia-nya ini CLBK, Cinta Lama Belum Kelar!
Bagaimana biasanya metode anda memasarkan katalog demajors di sana?
Jujur saya lebih menyukai penjualan offline dan bertatap langsung dengan customer. Melihat mimik, tatapan mata dan gestur dengan maksud untuk memperluas jaringan pertemanan. Memberikan rasa nyaman terhadap customer untuk kembali serta sedikit mengedukasi dan memberi masukan untuk musik yang didengarkan, yang sealiran dengan katalog demajors pilihannya. Lucunya adalah semua customer di [at]demajors Surabaya hampir 90% sekarang menjadi teman. Bahkan tidak harus membeli rilisan tapi tetap saling sharing mengenai apa yang sedang dikerjakan dan didengarkan setiap harinya.
Selain direct selling dan offline, anda berjualan online melalui media apa saja?
Instagram, Facebook, Twitter, website Personal Horror, Shopee dan Tokopedia. Meskipun sebagian di antaranya masih banyak yang terbengkalai karena masih dikerjakan oleh tim yang kecil. Thanks to Horror Team: Bagus Pandu, Terry Himawan dan Ravel Alanza.
Apakah anda memasarkan katalog demajors di tempat lain juga?
Pastinya, goal saya ingin membuka semua cabang di setiap tongkrongan yang notabene sering dijejaki anak muda dan usia produktif. Untuk saat ini di Surabaya sendiri ada dua tempat selain Personal Horror, yaitu Cempaka Music Store dan JOKOPI. Untuk wilayah Jawa Timur kita masih meraba dan melebarkan sayap di setiap kesempatan. Sementara ini sudah menghasilkan dua titik paling unggul di kotanya, yaitu @Majestyxstore di Mojokerto dan @Occaccus di Gresik.
Sejauh ini bagaimana respon komunitas di daerah anda tentang katalog demajors?
Cukup positif dan membantu untuk para pencinta rilisan fisik serta para individu yang bingung untuk melampiaskan uang hobi mereka selain untuk minuman keras dan rokok, hehe. Label demajors bahkan jadi lebih kental daripada nama Personal Horror sendiri. Lagipula record store belum begitu banyak di kota kami. Dan pastinya customer demajors lebih wangi-wangi, hahaha.
Genre musik apa yang paling menarik minat di Surabaya?
Rock, metal, musik bawahtanah dan sejenisnya. Ini mungkin karena Surabaya terkenal sangat panas dan memiliki dua matahari maka dari itu butuh energi tambahan untuk berkegiatan di luar sana.
Lalu CD katalog demajors apa saja yang selama ini paling diburu di sana?
Kalau boleh saya membuat urutan 10 band/musisi untuk semua albumnya yang paling sering kami restock order itulah yang banyak diburu dan teror selalu menghantui WhatsApp saya meskipun dini hari. Urutannya adalah Burgerkill, Seringai, Efek Rumah Kaca, Danilla, Tulus, DeadSquad, The Adams, Morfem, The Panturas, dan Kelelawar Malam.
Bagaimana pergerakan komunitas musik di daerah anda?
Hidup segan mati tak mau.
Apakah mereka cukup mengenal nama demajors dengan segala katalog rilisannya?
Cukup sih tapi tidak merata ke semua golongan, dan itu adalah salah satu kutukan kami berada di kota ini. Tentunya poin ini menjadi tugas kami juga untuk mengedukasi dan memberi wawasan yang semakin baik lagi.
Anda sering terlibat dalam komunitas musik lokal di sana?
Sedikit banyak ikut andil. Karena dengan ORE dulu kami senantiasa “mengekor” pada acara seperti Sunday Market, Customland, Folk Music Festival, dan Soundrenaline karena memang satu kantor dengan Mother Company yang sama. Lalu kalau belakangan dengan komunitas yang melekat dengan imej Personal Horror, seperti misalnya SBHC (Surabaya Hardcore) , Brotherground Open Air , Record Store Day, sampai Band T-Shirt Day.
Anda juga pasti sering ikut dalam sesi lapakan atau buka booth di sana kan?
Nah ini sama persis seperti yang saya katakan barusan. Mungkin yang paling membanggakan adalah kami bisa melapak pada saat Red Fang dan Eyehategod mampir konser di Surabaya.
Coba kasih tahu 5 band/musisi lokal yang bagus dan menarik dari Surabaya?
Fraud, Timeless, Saga, Indonesian Rice, dan Cotswolds.
Kalau 5 CD favorit anda dari katalog demajors apa saja?
Men666anas (Bromocorah), Gigantor (Gigantor), Jalan Gelap (Kelelawar Malam), Vulgaris (Canis), dan vinyl Ports of Lima (Sore).
Selama bergabung dengan [at]demajors, pengalaman menarik dan pelajaran penting apa saja yang anda dapatkan?
Pelajaran menarik dan penting selama bergabung dengan [at]demajors adalah komunikasi dengan orang terdekat tidak melulu harus melewati sistem tatap muka, tetapi memiliki peranan sangat penting untuk rajin berkomunikasi satu sama lain. Buktinya dari semua [at]demajors terjalin sinergi yang baik yang sudah kita jalankan selama bertahun-tahun. Sehingga jaringan [at]demajors bisa awet dan tetap setia meskipun kita berada di belahan Indonesia yang jauh satu sama lain. Kita tetap merasa seperti keluarga yang nantinya akan bertemu di YMS, Yang Maha Synchronize, sambil menenggak minuman lokal ala kota masing-masing sembari bercerita suka dan duka. Ya inilah gambaran [at]demajors yang seperti kata Mike Muir dari Suicidal Tendencies, “Su Casa es mi casa!”. Your House is my House!
Apa saran dan ide anda untuk mengembangkan pergerakan [at]demajors selanjutnya?
Untuk demajors pusat, semoga bisa lebih sering membantu [at]demajors dengan memuat dan mempromosikan lewat jaringan sosial media maupun jaringan lolal, bahwa di kota-kota selain Jakarta juga ada [at]demajors yang beragam dan lebih dekat sehingga bisa lebih merasakan sensasi belanja secara fisik dibanding secara online. Sekaligus menumbuhkan sense of belonging teman-teman yang berada di [at]demajors agar lebih aktif dan giat untuk melebarkan distribusi di kota masing-masing. Supaya scene musik lokal ikut berkembang dan tidak lumpuh!
Apa harapan anda ke depannya bagi [at]demajors dan demajors secara umum?
Tetap berinovasi agar nantinya tidak kalah dengan tehnologi yang semakin hari semakin maju. Itu bisa membuat kita menjadi tua dan menyebalkan kalau tidak mengikuti zaman. HAIL DEMAJORS! UNTIL THE LIGHT TAKES US!