Cikal bakal demajors bermula dari toko piringan hitam di kawasan Gandaria, Jakarta Selatan, pada tahun 2000. Toko tersebut diprakarsai oleh seorang kolektor rekaman sekaligus disc jockey, David Karto. Di tempat itu, sejumlah penggemar musik dan pelaku komunitas independen seringkali berkumpul serta berbincang banyak tentang kancah musik Indonesia.
Perbincangan yang intens di Gandaria akhirnya mencetuskan sebuah gagasan bagi David Karto, Sandy Maheswara, dan Adhi Djimar untuk mendirikan demajors Independent Music Industry (DIMI). Mereka bertiga disatukan oleh visi dan selera musik yang sama. Kebetulan juga David Karto dkk telah bersahabat dengan komunitas musik independen dan melihat ada potensi yang besar pada talenta musisi Indonesia.
“Di tahun 2000-2003, kami melihat bahwa DJ atau pelaku seni di area DJ itu ada yang sudah mulai beralih atau mengalami transisi dari piringan hitam ke CD atau mp3,” ujar David Karto dalam wawancaranya dengan Whiteboard Journal. “Pada saat itu, kami tetap berjalan sebagai toko piringan hitam sambil memikirkan kalau kita membuat satu label kecil akan seru bagi teman-teman DIY atau independen yang memang mempunyai pergerakan maupun telah memproduksi karya sendiri. Akhirnya, kami mulai beralih ke sana.”
Sebagai sebuah perusahaan label rekaman Indonesia yang beroperasi di luar batas-batas musik arus utama, salah satu misi demajors adalah mencari artis musisi yang memiliki visi, talenta, serta semangat untuk menciptakan karya yang segar dan mengesankan. Sejak awal demajors mengincar musisi yang optimis dengan karyanya dan bisa diajak maju bersama-sama. Kebanyakan dari mereka adalah para musisi dan band yang tumbuh di ranah independen.
“Kami tidak pernah melihat demajors sebagai perusahaan, ini adalah tempat kami sharing, ngobrol dengan teman-teman. Ketika David bicara bisnis dengan calon artis kami, dapat dipastikan mereka bakal lebih lama berbicara dibanding eksekutif di label lainnya. Karena pasti sreg-nya tidak hanya di profit share-nya saja tapi semuanya, ekspektasi, harapan, dan sebagainya,” jelas Adhi Djimar kepada Rolling Stone Indonesia, di tahun 2009 silam.
Sejak beroperasi, demajors mulai merilis dan mendistribusikan berbagai karya rekaman milik musisi/band Indonesia ke berbagai jaringan yang ada. Produk rekamannya hadir di sejumlah independent record store, outlet dan distro di berbagai kota di Indonesia. Selain itu stoknya juga mengisi jaringan toko rekaman nasional seperti Disc Tarra, Aquarius, Duta Suara, hingga Musik Plus.
“Kami mengambil distribusi sebagai arah bisnis demajors karena melihat ini bisa berkembang sangat luas. Kami pelajari bisnis distribusi dari hulu sampai ke hilir,” tambah Adhi Jimar. “Sebagai label distribusi, kami memang tidak membatasi hanya berada di jenis musik tertentu. Nggak fair, harus terbuka lebar.”
Menurut Rolling Stone Indonesia, demajors telah memberikan sebuah alternatif baru dalam industri musik indie. Mereka membangun infrastruktur industri rekaman yang paling krusial: Distribusi. Selama ini, demajors memang menitikberatkan bisnis intinya dengan menjalin kemitraan dengan berbagai artis lintas genre yang membutuhkan jalur distribusi album nasional.
“Kami memiliki passion yang lebih dalam lagi. Untuk men-develop artis-artis dalam roster demajors, kami juga membangun tim promosi dan pemasaran,” kata David Karto. “Kami ingin membangun uniqueness juga. Sebuah konsep dagang yang kami tahu produknya, tahu artisnya, paham visi dan misi bermusik mereka.”
Seiring dengan perkembangan tehnologi digital, demajors juga ikut beradaptasi dengan zaman. Hasilnya, demajors sempat menjalin kerjasama dan kemitraan dengan distributor musik online seperti iTunes dan MelOn untuk mengembangkan katalog musik digital.
Tak sekadar memproduksi album rekaman, demajors juga memiliki upaya untuk memperkenalkan dan memperdengarkan karya musisi Indonesia ke skala yang lebih luas lagi. Sejak tahun 2010, lahirlah demajors radio yang berbasis online. Hingga saat ini demajors radio terus mengudara setiap hari 24 jam non-stop dengan aneka jenis program siaran dan playlist musik yang bervariasi.
Pada tahun 2011, DIMI memperoleh seorang mitra baru. Otto Djauhari, seorang teman lama yang berbagi kecintaan dan semangat yang sama terhadap musik. Kehadirannya semakin memperkuat kemampuan demajors untuk menumbuhkan bisnis musiknya di skala nasional maupun internasional.
demajors sering merancang berbagai showcase, gigs dan tur untuk sejumlah musisi. Salah satunya yang sempat digelar rutin adalah PopUp! Gigs dan PopUp! Showcase. Beberapa kali demajors juga dipercaya untuk terlibat dalam berbagai penyelenggaraan festival musik internasional – seperti Java Jazz, Java Rockin’land, SoulNation, SoundsFair, Jak Jazz hingga We The Fest.
Sejak beberapa tahun terakhir, demajors menggelar Synchronize Fest sebagai festival musik berskala nasional untuk merayakan keberagaman khazanah musik Indonesia. Festival musik lintas genre dan lintas generasi itu menyuguhkan ratusan pertunjukan terkurasi dari artis dan musisi terbaik tanah air yang tumbuh di dekade ’70-an, ’80-an, ’90-an hingga 2000-an.
Setiap tahunnya, Synchronize Fest berhasil mengundang puluhan ribu penonton selama tiga hari penuh. Selain menikmati ratusan pertunjukan musik, audiens juga dapat menikmati pengalaman lain seperti Outdoor Cinema, Art & Merchandise Market, Records Fair, hingga F&B Festival. Dengan tagline “It’s not just a festival, it’s a movement”, Synchronize Fest tak hanya menjadi sebuah perayaan musik Indonesia, tetapi juga wujud pergerakan budaya urban dan populer.
Upaya lain yang sedang dikembangkan demajors dalam merespon dunia digital adalah membangun sebuah kanal televisi online streaming. Saat ini sudah ada demajorsTV yang telah beroperasi sejak tahun 2012 di jaringan YouTube. Kanal ini diharapkan bisa menjadi sarana mempromosikan karya musik rilisan demajors dalam bentuk audio visual. Materi demajorsTV saat ini berisi berbagai konten seperti music video, live perforrmance, live footage, official audio streaming, live streaming, hingga highlight dan serial pertunjukan musik para penampil Synchronize Fest dari tahun ke tahun.
Pergerakan demajors semakin kuat ketika membangun jaringan (at)demajors di berbagai daerah. (at)demajors menjadi kantong perwakilan demajors di masing-masing daerah untuk mempromosikan dan memasarkan katalog rekaman, serta terlibat aktif dalam mengembangkan skena musik lokal setempat. Di kotanya, (at)demajors aktif mengelola toko dan lapak rekaman, gigs, showcase, talkshow, meet & greet, diskusi musik, serta berbagai program lainnya. Hingga saat ini, (at)demajors telah tersebar di 19 kota besar di seluruh Indonesia, plus 2 kota di Malaysia (Kuala Lumpur dan Johor Bahru).
Pada akhir tahun 2017, demajors mengembangkan aplikasi digital bernama demajorsApp yang tersedia di perangkat berbasis Android dan iOS. Aplikasi ini memudahkan publik untuk mencari tahu informasi seputar katalog rekaman demajors serta melakukan pemesanan produk secara online.
Hingga di usianya yang ke-20 tahun, katalog demajors telah mencapai lebih dari 700 album karya rekaman dari ratusan musisi Indonesia dengan beragam corak musik. Nama-nama musisi tersebut sudah tidak terlalu asing lagi dan kerap mengisi panggung kelas nasional hingga internasional. Karya rekaman mereka tidak hanya terkemas dalam bentuk CD saja, beberapa di antaranya bahkan sudah diproduksi dalam format piringan hitam.
Kebebasan berekspresi yang selama ini dianut demajors adalah tidak mengikuti pasar dan lebih menghargai keberagaman referensi musik bagi pendengar. Tak heran jika kemudian artis dan musisi yang bernaung di bawah bendera demajors menjadi sangat beragam jenis musiknya – mulai dari pop, rock, metal, jazz, folk, reggae, elektronik, hingga eksperimental dan etnik.
Beberapa musisi yang selama ini tumbuh bersama demajors antara lain Parkdrive, Endah N Rhesa, White Shoes and The Couples Company, Adhitia Sofyan, LLW, Tohpati, Efek Rumah Kaca, Tulus, Yura Yunita, Danilla, Dialog Dini Hari, Monita Tahalea, Jason Ranti, dan masih banyak lagi. Selain itu, juga ada sejumlah musisi internasional yang diwakili demajors untuk pasar di Indonesia, seperti misalnya Monday Michiru, Thirdiq, Martin Denev, Joujouka, Root Soul, dan Domu.
Perjuangan dan kerja keras demajors selama ini telah menghasilkan sejumlah apresiasi dari banyak kalangan. Pada tahun 2009, majalah Rolling Stone Indonesia menganugerahi Editor’s Choice Awards bagi demajors untuk kategori The New Alternative. Beberapa karya album rekaman yang dirilis demajors juga sering menyabet penghargaan di berbagai ajang seperti AMI Awards serta daftar album terbaik di berbagai media.
Demi mengembangkan misi dan pergerakannya, demajors juga senantiasa menjalin kerjasama dan bermitra dengan berbagai lembaga, institusi, media massa, serta kantong-kantong komunitas independen yang tersebar di seluruh Indonesia.
“…kami telah banyak bertemu dengan teman-teman musisi, komunitas, dan semua pelaku industri di skenanya,” ungkap David Karto mengenai perjalanan demajors. “Kami juga banyak berdampingan dalam mengerjakan prosesnya itu, mulai dari record store, label, online radio, hingga membuat program-program off air skala gigs sampai festival.”
Perjalanan demajors saat ini sudah mencapai dua dekade dan sepertinya belum mau berhenti. “Jangan berhenti mencintai musik karena kamu merasa tua, kamu akan tua karena berhenti mencintai musik,” kata David Karto. “Semoga semua proses ini selalu menjadi yang terbaik bagi kita semua.”
*Baca juga artikel lainnya terkait Perayaan 20 Tahun demajors.