“Ken Arok menjadi bentuk karya paripurna karena di sinilah eksperimen Harry Roesli mentransformasikan dirinya menjadi musisi lintas disiplin yang menggabungkan seni musik, teater dan sastra,” tulis Idhar Resmadi pada buku This Album Could Be Your Life: 50 Album Musik Terbaik Indonesia 1955-2015 terbitan Elevation Books (2020). “Rock Opera Ken Arok menjadi salah satu bukti inovasi Harry Roesli yang tidak mau hanya berdiam di zona nyaman, di mana sang seniman bervisi jauh mencari dan bereksperimentasi.”
Ada yang mau membantah statement di atas?!
Harry Roesli merupakan tokoh Indonesia yang berhasil melahirkan musik kontemporer. Ia membentuk The Gang of Harry Roesli pada tahun 1970. Dalam grup tersebut, Harry Roesli ditemani oleh Albert Wamerin (gitar, perkusi, vokal), Janto Soedjono (drum, perkusi), Indra Rivai (organ, piano, perkusi), Hari Krishnadi alias Harry Pochang (harmonika, perkusi, vokal), dan Dadang Latief (gitar akustik).
Sayang, perjalanan The Gang of Harry Roesli cuma bertahan selama lima tahun. Penyebabnya, Harry Roesli mulai memfokuskan diri pada karier teater Ken Arok. Menurut penuturan Pochang, Ken Arok bisa dibilang salah satu proyek ambisius Harry Roesli. Kata Pochang, Teater Ken Arok terinspirasi oleh pementasan bertajuk Jesus Christ Superstar yang dibawakan Remy Sylado dan kelompoknya di Orexas pada tahun 1973.
“Ken Arok menjadi salah satu bukti inovasi Harry Roesli yang tidak mau hanya berdiam di zona nyaman, di mana sang seniman bervisi jauh mencari dan bereksperimentasi.” – Idhar Resmadi.
Sebagaimana dicatat Adam Tyson lewat “Titik Api: Harry Roesli, Music, and Politics in Bandung” (2011), dalam pementasan Ken Arok, Harry Roesli tak jarang menolak manut pada naskah, sembrono, dan seringkali melakukan kegilaan di atas panggung, layaknya yang terjadi dalam pentas Kuda Lumping.
Kala itu, menurut catatan Tirto, Harry Roesli yang berperan sebagai penunggang kuda mengganti properti pementasan dengan motor trail. Dia lantas memacu motor itu dari bawah panggung sembari menyemburkan api layaknya pementasan kuda lumping pada umumnya. Walhasil, pentas yang diadakan di bioskop kecil di bilangan Singaparna, Garut, ini berujung pada terbakarnya tirai panggung akibat kena sembur Harry Roesli.
Tak sebatas dikenal karena aksi-aksinya, pentas Ken Arok juga jadi ajang kegilaan Harry Roesli dalam memainkan banyak instrumen. Selain alat musik biasa, dia juga kerap menggunakan barang sehari-hari sebagai bagian dari upaya eksplorasi bunyi, mulai dari pintu sampai lantai panggung.
Secara umum, pentas Ken Arok memang menarik minat banyak orang. Dengan Ken Arok, Harry Roesli menempatkan pentas teater sebagai sesuatu yang profan. Artinya, pentas bisa dinikmati oleh siapa saja, apa pun latar belakangnya.
Selagi disibukkan proyek teater, Harry Roesli tetap konsisten meramu album. Musikalitasnya malah semakin liar. Dia tambah getol bereksperimen dengan menyelami dimensi musik yang tak begitu-begitu saja. Itu bisa dilihat lewat dua magnum opus-nya, Titik Api dan Ken Arok. Dua album tersebut merupakan gambaran bagaimana Harry Roesli mengawinkan rock dan bebunyian karawitan Sunda secara apik sehingga membentuk lanskap musik yang megah.
“Dengan Ken Arok, Harry Roesli menempatkan pentas teater sebagai sesuatu yang profan.” – Tirto.id
Setelah 41 tahun, album Rock Opera Ken Arok dari Harry Roesli Gang kembali menggema. Ken Arok merupakan album legendaris yang didasarkan pada pementasan teater musikal garapan Harry Roesli dkk yang berjudul sama.
Dirilis pertama kali pada tahun 1977 oleh Eterna Records dalam bentuk kaset, kini album Ken Arok telah dirilis ulang oleh La Munai Records dalam format piringan hitam berjumlah terbatas (333 kopi) dan juga cakram padat pada tahun 2018.
Untuk versi CD, album Ken Arok turut diedarkan oleh jaringan distribusi demajors, sejak tanggal 22 Juli 2020. Edisi reissue Ken Arok hadir dengan kualitas suara yang lebih baik dari versi orisinilnya, karena hasil remastering oleh Carvery Cuts, London.
Sampai hari ini, album Ken Arok mendapatkan banyak achievement positif atas terobosannya di khazanah musik Indonesia. Rekaman ini ditempatkan pada peringkat ke-10 dalam daftar 150 Album Indonesia Terbaik versi majalah Rolling Stone Indonesia yang diterbitkan pada edisi #32 bulan Desember 2007. Menurut ulasan Denny Sakrie di situ: “Harry Roesli menampilkan gaya musik eklektik dalam album Ken Arok. Ada rock sesekali jazz, blues, funk, bahkan terkadang mencomot beberapa repertoar musik klasik.”
Lantas yang paling baru, Ken Arok mendapat posisi ke-15 pada buku 50 Album Musik Terbaik Indonesia 1955-2015. Idhar Resmadi memberi apresiasi penting akan album itu: “Berbicara tentang kritik sosial, album Ken Arok mewakili sebuah album protes yang disampaikan dengan sangat cerdas. Saya sangat bahagia ketika pada akhirnya karya-karya Harry Roesli, terutama album Ken Arok ini yang dilepas ulang pada tahun 2018.”
Penulis musik asal Bandung ini lalu menyatakan, “Generasi baru pencinta musik perlu diperkenalkan kepada karya Harry Roesli yang inovatif, keluar dari cangkang industri, dan berani melakukan kritik sosial.”
Sekali lagi, ada yang masih mempertanyakan kenapa album Ken Arok ini pantas untuk dipuja?!
Album ini bisa didapatkan melalui situs demajors.com, demajors App, maupun di seluruh jaringan (at)demajors.